Saat umat Muslim merayakan Hari Raya Kurban, pemerintah justru membiarkan Raja Ampat terancam oleh kepentingan tambang. Di tengah semangat pengorbanan yang seharusnya memperkuat nilai kemanusiaan dan kecintaan terhadap alam, segelintir elite malah mendorong eksploitasi kawasan konservasi.
Pemerintah memang menghentikan sementara aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, tetapi belum mengambil langkah tegas untuk menghentikannya secara permanen. Para medusa 88 pengamat dan aktivis lingkungan terus mendesak pemerintah agar segera mencabut izin tambang dan menyelamatkan ekosistem yang luar biasa di sana.
Perusahaan tambang sudah membuka jalan, menggunduli hutan, dan menggali wilayah sensitif yang selama ini dilindungi. Mereka mengabaikan protes warga dan melangkah dengan legalitas yang disahkan negara. Pemerintah pusat tampak lebih sibuk melayani kepentingan investasi daripada melindungi masyarakat adat yang menjaga alam selama berabad-abad.
Warga Raja Ampat tidak tinggal diam. Mereka menggelar aksi damai, menyuarakan penolakan melalui media sosial, dan menggandeng aktivis nasional hingga internasional. Mereka mempertahankan tanah adat dan menolak tambang yang hanya membawa kerusakan.
Alih-alih melindungi alam, pemerintah justru membiarkan oligarki menentukan arah pembangunan. Negara semestinya berpihak kepada rakyat dan lingkungan, bukan kepada pemilik modal yang hanya mencari keuntungan.
Hari Raya Kurban seharusnya menjadi pengingat bahwa pengorbanan sejati adalah menjaga kehidupan, bukan mengorbankannya. Jika pemerintah terus mengabaikan suara rakyat, maka yang dikorbankan bukan hanya Raja Ampat, tetapi juga masa depan bumi.