whereintheworldisjames.com – Mantan Presiden Joko Widodo, yang akrab disapa Jokowi, dihadapkan pada keputusan penting terkait masa depan politiknya. Setelah dipecat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Jokowi memiliki dua pilihan utama: bergabung dengan partai lain atau mendirikan partai politik baru. Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, memberikan analisis mendalam tentang plus dan minus jika Jokowi memutuskan untuk mendirikan partai sendiri.
Adi Prayitno mengidentifikasi tiga keuntungan utama jika Jokowi memilih untuk mendirikan partai politik baru:
- Pembuktian Diri:
Jokowi memiliki kesempatan untuk membuktikan bahwa popularitas dan dukungan publik terhadapnya tidak semata-mata karena PDIP. Dengan mendirikan partai sendiri, Jokowi dapat menunjukkan bahwa dukungan publik adalah murni untuk dirinya sendiri. “Pertama, pembuktian kalau Jokowi besar tanpa PDIP dan setelah tak lagi jadi presiden. Selama ini Jokowi kerap dituding bukan apa-apa tanpa PDIP. Itu artinya, kesukaan publik orisinal ke Jokowi,” kata Adi Prayitno. - Menjadi King Maker:
Dengan memiliki partai sendiri, Jokowi dapat menjadi king maker yang kompetitif. Ini adalah peran yang tidak bisa ia lakukan jika bergabung dengan partai lain. “Kedua, Jokowi bisa jadi king maker yang kompetitif dengan ketum-ketum partai lain yang sudah lama. Kalau bergabung dengan partai lain, belum tentu jadi king maker,” ucap Adi. - Konsolidasi Pendukung dan Loyalis:
Mendirikan partai sendiri memungkinkan Jokowi untuk mengonsolidasikan pendukung dan loyalisnya yang dikenal militan. “Ketiga, Jokowi bisa mengonsolidasi pendukung loyal dan relawannya yang dinilai militan,” tambah Adi.
Meskipun ada banyak keuntungan, Adi Prayitno juga mengingatkan adanya risiko jika Jokowi gagal membawa partai barunya ke parlemen. “Kalau judi bola tak lolos ke parlemen, tentu nama besar Jokowi yang tak pernah kalah pemilu sejak di Solo dipertaruhkan,” tutur Adi.
Spesulasi tentang langkah politik Jokowi berikutnya semakin intens setelah PDI-P mengonfirmasi bahwa Jokowi tidak lagi menjadi bagian dari partai tersebut. Tegangan antara Jokowi dan PDI-P muncul setelah Jokowi menolak untuk mendukung calon presiden dari PDI-P, Ganjar Pranowo, dalam pemilihan presiden 2024.
Beberapa partai politik, termasuk Golkar, Gerindra, dan PAN, telah menunjukkan minat untuk merekrut Jokowi sebagai eksekutif senior. “Jokowi is not just another politician. His unique charisma and unparalleled ability to mobilize voters make him a rare and invaluable figure in Indonesia’s political arena,” kata Agung Baskoro, direktur eksekutif Trias Politica Strategis.
Mendirikan partai politik baru memberikan Jokowi kesempatan untuk membuktikan diri, menjadi king maker, dan mengonsolidasikan pendukungnya. Namun, risiko besar juga mengintai jika partai baru tersebut gagal mencapai parlemen. Apapun keputusan yang diambil Jokowi, ia akan tetap menjadi kekuatan dominan dalam lanskap politik Indonesia.